Foto2 Pasca Mudik 2011

proyek belakang kantor


Escape To The Highlands (Gempa Padang Eps.3)

Jumat siang itu cuaca cukup panas, motor Honda yang kami kendarai ini saya gas cukup kencang karena jalanan sepanjang Tabing ke arah Duku lengang dan tidak sepadat biasanya. Pas di dekat Pom Bensin Lubuk Buaya kami terjebak macet karena antrian mobil yang mengisi BBM disana meluber hampir menutupi jalan. Lepas dari kemacetan itu, balok pada panel bensin motor saya hilang satu, pertanda saya harus waspada dengan kemungkinan bensin motor habis sebelum mencapai finish di Birugo Puhun Bukittinggi. Kami melewati batas kota dan melintasi bagian bawah fly over Duku - Bandara Minangkabau di wilayah Kabupaten Padang Pariaman ini sepanjang jalan menuju Lubuk Alung yang biasanya di kanan kiri terlihat rumah-rumah dengan halaman yang luas dan ditanami pohon kelapa berubah drastis karena rumah-rumah tersebut rubuh dan di halamannya berdiri tenda darurat dari terpal yang diikat pada pokok batang pohon kelapa. Di beberapa ruas jembatan yang biasa kami lewati kini retak-retak dan bolong di sisi tepinya. Ilham yang histeris melihat pemandangan ini saya suruh istighfar dan jangan melihat kanan kiri. Di daerah Sicincin kembali terjadi antrian panjang yang saya yakini akibat antrian Pom Bensin di daerah ini. Lepas dari kemacetan panjang dan panasnya udara tepi pantai kemudian perlahan berubah ke iklim yang mulai berkurang panasnya karena kami sudah memasuki Kayu Tanam. Di Pom Bensin terakhir sebelum memasuki Lembah Anai ini saya harus menerima kenyataan pahit karena di sini bensin premium habis sementara panel bensin motor tinggal tiga balok lagi.
Jalanan cukup sepi di tanjakan Kandang Ampek karena menurut prakiraan saya pastinya arus pengungsi bergerak satu arah yakni menjauhi Padang sementara pada arah sebaliknya adalah arus bantuan bagi korban gempa. Dan memang benar di Lembah Anai antrian panjang kendaraan beroda empat sudah mengantri dan mengular hingga sebelum tugu perbatasan Kab. Padang Pariaman – Kab. Tanah Datar di simpang perkedel. Karena lajur arah berlawanan kosong melompong maka saya pun dengan senangnya memotong antrian panjang ratusan mobil yang menunggu di tengah macet hingga akhirnya sampailah di tempat pusat kemacetan yakni di tepi batu cadas yang longsor dekat tanjakan Silaing Kariang yang baru saja dibersihkan petugas PU dan dikawal polisi. Ujung dari simpul kemacetan ini adalah ratusan pengendara motor yang berusaha mencapai celah untuk melewati longsoran yang baru dibersihkan dan polisi memberlakukan sistem buka tutup untuk mengurangi kemacetan. Panel balok bensin motor tinggal duadan saya pun pasrah pada Allah dan memohon yang terbaik bagi kami di tengah perjalanan ini. Alhamdulillah kami diberi jalan dan langsung saya menggeber gas motor untuk menjauh dari bekas longsoran di belakang. Dengan memakai gigi satu, kami pun pun berjalan menanjak karena diatas kami Kota Padang Panjang menunggu.


Di antara Gunung Marapi dan Gunung Singgalang, persisnya di tengah Kota Padang Panjang yang sejuk ini pun Pom Bensinnya tutup begitu juga Sate Mak Syukur yang biasanya ramai dipenuhi kendaraan (?). Akhirnya dengan menempuh konsekuensi kehabisan bensin sebelum Bukittinggi kami tekadkan niat melaju mengingat jarak kedua kota yang cukup dekat. Di perbatasan Kab. Agam – Kab. Tanah Datar saya teriakkan takbir tanda syukur karena Bukittinggi telah tampak di depan mata. Jalanan yang lurus, mulus dan sepi akibat penumpukan kendaraan yang terjebak macet nun jauh dibelakang kami membuat kami serasa raja jalanan karena berteriak senang mengingat garis finish yang makin dekat dan akhirnya selepas ashar kira-kira jam lima kami pun sampai di Birugo Puhun. Oma dan tante rini menyambut kami hangat dan segera Ilham menelepon mama yang khawatir dengan aksi kami menyelamatkan diri dari Padang ke Bukittinggi yang berakhir sukses. Malamnya saya pergi mengisi bensin di Pom Bensin Simpang Yarsi Bukittinggi, uniknya di kota ini BBM masih lancar tiada antrian seperti didaerah yang telah kami lewati tadi. Dua hari kemudian saya, ilham dan ali (teman ilham) yang baru datang dari padang naik tranex yang ikut terjebak macet di lembah anai berangkat ke terminal aur kuning melanjutkan perjalanan kami pulang ke kampung halaman ke Pekanbaru untuk sementara waktu menunggu situasi Padang kembali normal.

save your soul (Gempa Padang Eps.2)

Pasca gempa G 30 S kemarin petang, saya terbangun dari tidur dan masih tidak menyangka kalau saya sudah bangun di teras rumah. Pagi itu lagi-lagi kami dikagetkan dengan guncangan keras yang dikemudian hari diketahui bahwa gempa itu berpusat di Kerinci.

Kamis (1/10/09) pagi itu, saya memutuskan untuk pergi mengisi bensin di pom bensin by pass dekat RS Semen Padang. Alasan saya kemari mengingat kawasan kota padang tentunya agak kacau akibat gempa semalam sehingga lebih baik mengisi bensin di pom bensin yang agak jauh dari pusat kota namun terjangkau dari posisi kami di banda bakali andalas. Saya pergi bersama hendra kesana dan ternyata memang sudah tampak antrian di pom bensin itu. Ternyata pemilik pom bensin belum bersedia untuk mendistribusikan minyak disana dan sempat terjadi keributan dengan pemilik kendaraan yang mulai kehilangan kesabaran. Akhirnya pihak kepolisian datang turun tangan menengahi masalah ini dan memberi solusi bensin dijatah hanya Rp. 5000 per motor. Panel bensin di motor Honda saya sebenarnya masih menunjukkan tiga batang, akan tetapi demi mengingat kemungkinan yang akan terjadi memang lebih baik bensin cepat diisi karena hal ini adalah kebutuhan pokok paling primer bersama bahan makanan. Untungnya karena diisi bensin goceng panel bensin kembali full, di pom bensin ini saya bertemu juga dengan Fauzan dan Fitri serta sepupu saya Yandi yang ikut ngantri mengisi bensin. Dari by pass ini saya dan hendra bergerak ke arah tunggang di jalan menuju kampus unand. Disini kerusakan akibat gempa tidak terlalu parah karena masyarakat asli tunggang masih banyak yang menggunakan rumah gadang-rumah gadang tua khas pesisir Sumatra Barat yang tidak bergonjong, lagipula bangunan yang runtuh rata-rata rumah batu atau ruko bukan rumah kayu. Disini kami menemukan kedai nasi yang masih buka dan dengan sabar kami menunggu uni disana memasak nasi dan sambalnya karena waktu itu listrik belum menyala jadinya mereka memasak dengan cara tradisional. Untunglah uni tersebut tidak menaikkan harga makanan di warungnya itu, yang paling dikhawatirkan pasca bencana memang masalah sensitif ini karena hukum ekonomi mengajarkan tentang permintaan yang banyak sementara barang yang tersedia menipis dapat mengakibatkan harga barang jadi melonjak.

Siang harinya, saya dan hendra membantu da raf membersihkan puing-puing tembok yang berserakan, setelah itu kami pergi ke rumah kontrakan lama karena kuncinya masih saya pegang. Kami melewati pinggiran banda bakali melihat banyak bangunan yang roboh disana dan akhirnya belok kanan masuk ke jalur dua polamas tempat rumah kontrakan lama kami. Tembok belakang rumah ini roboh, untung rumah tersebut dalam kondisi baik. Air di bak mandi masih tersisa dan kami pun bergantian membersihkan diri disana. Malam harinya, ilham dan hendra pergi membeli nasi goreng langganan kami di dekat jembatan kuranji by pass. Setelah makan malam saya dan vino pergi ke sawahan untuk mengetahui kondisi kawan kami sesama anak pekanbaru yang ngekos disana. Jalanan sepanjang simpang haru-sawahan gelap gulita, walau begitu saya dapat melihat reruntuhan ruko-ruko disana seperti ruko Honda simpang haru, Suzuki sawahan dan didepan ruko adira sawahan banyak orang berkerumun dan ada ekskavator yang bekerja diterangi lampu penerang. Ada kabar bahwa disana masih terdapat korban gempa yang masih terperangkap direruntuhan ruko. Di belakang apotek sawahan tempat kos si Al dan si jek serta bang ade duduk-duduk dan menyapa kami hangat. Mereka membicarakan rencana untuk menyelamatkan diri dari kota padang untuk kembali ke pekanbaru mengingat situasi yang tidak memungkinkan saat itu. Pulang dari sawahan, kami memberanikan diri tidur di kamar karena serangan nyamuk di luar makin menjadi-jadi. Sinyal hape yang masih hidup saat itu hanya xl si hendra dan kartu as ilham, sementara simpati milik saya dan vino sinyalnya hilang tak berbekas dan tentunya menghalangi komunikasi kami lagipula listrik untuk ngecas masih belum menyala. Melalui hape ilham, mama di pekanbaru menyuruh kami pulang segera karena berita di teve mengabarkan kerusakan parah kota padang dan ada kemungkinan wabah penyakit akibat banyaknya korban yang masih belum terselamatkan di puing-puing reruntuhan. Sebenarnya saya menolak untuk pulang karena merasa masih dapat bertahan di padang dan yakin listrik secepatnya menyala, namun ilham mendesak dan sudah gatal karena belum mandi sejak gempa akhirnya saya memutuskan untuk mengungsi ke rumah kak ade di Lapai untuk selanjutnya pulang ke pekanbaru karena kebetulan orang tuanya sedang di padang dan membawa mobil kijang pula.

Jumat (2/10/09) pagi, saya dan ilham pamit pada da raf sekeluarga dan teman-teman di kontrakan. Kami merencanakan untuk melihat kondisi kota padang dua hari pasca gempa. Saya mengaktifkan hape yang sudah dua hari saya matikan untuk memfoto kerusakan akibat gempa yang kami temui sepanjang jalan. Kami start dari banda bakali andalas menuju arah kampus unand limau manis dengan rute Andalas – Anduring – Tunggang - Pasar baru – Kapalo koto - Kampus unand limau manis. Di kampus, saya sempatkan mengabadikan kerusakan akibat gempa yang rata-rata pengelupasan dinding batu pada sebagian besar bangunan unand yang khas dengan lapisan batu koral sehingga compang-camping memperlihatkan batu bata yang juga retak-retak. Setelah itu, kembali turun ke rute yang tadi sampai menyeberang di jembatan andalas - simpang haru - sawahan – sudirman – ratulangi – damar – Plaza Andalas (pemuda) – taman melati – jl. Gereja – jl. Bundo kandung – belok ke samping SD Agnes ( saya tidak tahu kalau didepan Hotel bumiminang dan Hotel ambacang menjadi titik pemberitaan gempa padang ) – pondok – mutar di depan toko roti Hoya – cokroaminoto – nipah – taplau ( jl.samudera/pantai padang ) – A.yani – sudirman – rasuna said – khatib sulaiman ( hampir semua gedung perkantoran di khatib rubuh ) – Simpang presiden ( melihat sebentar proses evakuasi korban gempa di reruntuhan gedung LBPP LIA padang ) – jl. Joni anwar – finish di wisma indah 2 rumah kak ade.

Disini kami bertemu dengan semua cucu-cicit alm.H.Salim yang kebetulan sedang di padang maupun yang lagi kuliah di padang ini. Abrar, sepupu saya yang kuliah di universitas bung hatta bercerita tentang upayanya melarikan diri dari pinggir kampus bung hatta di ulak karang yang berada di tepi laut menuju arah perbukitan di by pass. Begitu juga keluarga kak ade yang berusaha mencapai gunung pangilun, tak lama Yandi pun tiba. Saya yang berharap kalau kami sekeluarga akan cepat meninggalkan padang sempat kecewa karena mobil kijang om cok belum diisi penuh bensinnya. Sementara itu, mereka berencana pergi ke lubuk minturun untuk mandi dan mengambil air bersih. Setelah jumatan di masjid imaduddin yang berantakan akibat pecahan kaca dan dinding marmernya, saya menelepon mama melalui hape ilham. Mama menyuruh kami pulang saja naik travel, namun saya menyanggah karena hampir semua travel pastinya dipenuhi calon penumpang. Mama menyarankan naik tranex saja ke bukittinggi, disinilah muncul ide nekat saya untuk pergi ke bukittinggi naik motor Honda. Di rumah kak ade, setelah berdebat dengan tante yet, om cok dan kak ade sendiri tentang kemungkinan longsor di lembah anai akhirnya saya putuskan untuk pergi ke bukittinggi hari itu juga bersama ilham. Mama pun marah-marah ditelepon dan tidak mengizinkan kami pergi naik motor tapi keputusan saya dan ilham sudah bulat.

Alasan kami segera ke bukittinggi:
 Bukittinggi relatif aman dari gempa laut, kecuali gempa vulkanik
 Oma dan tante rini tinggal di birugo
 Walaupun jalan di lembah anai ditutupi longsor, pastinya PU ( kimpraswil ) tak akan tinggal diam karena jalan ini urat nadi paling vital di Sumbar
 Kalau longsor belum dibersihkan juga, kami dapat menginap di rumah Abo yusfian di daerah Kandang ampek dekat lembah anai
 Dari bukittinggi bisa menyeberang ke pekanbaru
 Ini yang paling saya khawatirkan sekaligus saya harapkan : Honda Supra X 125 R BA 5853 SY yang setia menemani saya selama di padang dengan ketangguhan mesin dan irit bensinnya, lagipula panel bensin motor saya saat akan berangkat masih full.
Akhirnya dengan mengucap bismillahirrahmanirrahim, sekitar pukul 14.00 WIB kami menuju garis finish di Birugo Puhun Kota Bukittinggi dan kupacu gas ditangan ini menjauhi Padang Kota Tercinta.

(bersambung lagi..)

You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

Pages

Powered by Blogger.

Followers

About Me