Akrab dengan Gempa (Gempa Padang Eps.1)

30 September adalah tanggal keramat bagi setiap insan yang kebetulan sedang berada di wilayah Padang dan sekitarnya. Tepat pukul 17:16 WIB, gempa berkekuatan 7,9 SR mengguncang Pariaman, Padang dan Pesisir Sumatera Barat. Awalnya klaim dari BMKG gempa tersebut berkekuatan 7,6 SR. tapi bagi saya pribadi rasanya lebih dari 8 SR…maklum, pasca gempa+tsunami Aceh, Padang kian akrab dengan gempa. Apalagi setelah Nias digoyang gempa setahun setelah Aceh. Metro TV malah memberikan laporan yang membuat jantung warga Kota Padang copot dengan headline “Kemana Gempa Setelah Aceh – Nias?” berlatar gerbang perbatasan Kota Padang-Kabupaten Padang Pariaman.

Sebelumnya, 6 Maret 2007 pernah terjadi gempa di Solok yang merambat hingga ke Padang. Pagi itu, saya dan teman-teman kelas 3.4 FHUA berkesempatan kuliah teleconference dengan Prof. Muladi bersama 4 Perguruan Tinggi lainnya. Tempatnya di Ruang Multimedia Lantai 4 Pustaka Pusat. pertama kali terasa guncangan jam 10:30 saat itu guncangannya hanya sekeras guncangan seperti mengerem mobil secara mendadak. saya ingat si Edo langsung loncat dari tempat duduknya sambil berteriak, “Gempaaaa..!!” tapi karena guncangannya hanya sesaat dan dirasa tidak membahayakan kami hanya tertawa saja melihat tingkah laku Edo yang segera duduk tersipu malu. Terus terang kuliah teleconference agak membosankan bagi saya karena hanya menyimak layar tancap yang menampilkan pembicara utama dan empat potongan kecil yang menampilkan asal dari Perguruan tinggi yang mengikuti kuliah tersebut. akhirnya saya dan beberapa rekan-rekan yang boring memilih duduk selonjoran dibelakang. Kira-kira jam 10:52 ruangan tempat kuliah kami yang 22 menit sebelumnya serasa kabin mobil yang direm mendadak berubah menjadi kabin pesawat A380 yang ngerem mendadak di Bandara Rokot, Mentawai (hehe). Insting ataupun naluri orang yang acap kali digoyang gempa (apalagi bila getarannya keras) adalah melompat atau berdiri dan mengingat dengan seingat-ingatnya jalan masuk ke ruangan tempat dimana orang itu berada pada saat gempa karena otomatis itu menjadi jalan keluar. Teman-teman yang panik tunggang langgang menuju ke pintu keluar, mengingat kami di lantai 4 Pustaka Pusat tidak sedikit mahasiswi ini yang histeris seandainya Gedung Pustaka 7 lantai ini rubuh menimpa kami. Saya yang selonjoran didinding belakang cuma dapat berdiri sambil menenangkan mereka dengan ucapan yang lumayan menghibur,” Tenang-tenang, kita kan pakai Semen Padang.” Dikemudian hari, Cici dan Vonny yang mengingat ucapan saya tak henti-hentinya mengolok-olok saya yang masih bisa ingat Semen Padang ketika yang lain panik digoyang gempa. Alhamdulillah kami selamat sampai di tanah lapang antara Pustaka Pusat dan gedung F. Disini guncangan gempa susulan masih terasa dan tingkat kepanikan mahasiswa/i Unand dapat terlihat dengan jelas karena Bukit Limau Manis yang terasa sepi di jam-jam kuliah karena mahasiswa lebih banyak beraktifitas di dalam gedung masing-masing tumpah ruah dan memadati tanah lapang disekitar gedung kuliah. Gempa yang sama kuatnya kembali terjadi jam 12:50 ketika saya dan teman-teman kembali ke Dekanat FHUA setelah dari Pustaka Pusat tadi. Guncangan yang keras mengakibatkan jendela-jendela ruangan dekanat terbentur keras dan membuat kami lari ketakutan mencari tempat yang lapang dan aman.


Ya, tanah yang lapang serta aman dari pohon, tiang listrik atapun rumah dan gedung-gedung tinggi adalah tempat istimewa ketika gempa terjadi. Cara mencapai tempat-tempat seperti itu pada saat gempa seperti cerita yang saya utarakan tadi dengan adanya insting tadi. Misalkan kita sedang berada di ruangan kantor dan tiba-tiba terjadi gempa. Untuk mengingat himbauan pemerintah yang menganjurkan segera menempati kolong meja saja saya yakin banyak yang tidak patuh. Hal ini mengingat besarnya resiko apabila ruangan tersebut ikut runtuh dan kita dapat terjebak dikolong meja hingga saat yang tidak dapat ditentukan. Oleh sebab itu, tempat parkir, tanah lapang, atau minimal halaman rumah dan jalanan adalah tempat aman yang ideal ketika gempa mengguncang. Tak ayal bila lagi apes, koridor-koridor ruko, hotel atau bangunan yang rubuh kena gempa berisi korban gempa yang berusaha mencapai titik aman tersebut. Setelah gempa mereda, kekhawatiran paling besar berikutnya adalah tsunami. Tsunami biasanya datang dalam hitungan 10 menit atau lebih pasca gempa. Tak heran setiap gempa usai, warga Kota Padang langsung berlarian menuju satu arah yakni perbukitan dan menjauhi Tapi Lauik secepatnya. Lokasi yang paling favorit tentu saja Kampus Universitas Andalas di bukit Limau Manis. Dari sini dapat dilihat situasi Kota Padang mulai dari Indarung, Teluk Bayur, Kota hingga Tabing tentunya dengan horizon Samudera Hindia yang mengagumkan sekaligus menakutkan bila benar tsunami menerjang. Selain itu kawasan PT Semen Padang di Indarung, Lubuk Minturun, Gunung Pangilun dan sekitarnya juga menjadi serbuan warga Padang dari ancaman tsunami.

Kembali ke Gempa 30 September 2009. jam 4 sore itu masih terdengar azan ashar ketika saya dan Hendra baru saja memasang tiang antena TV karena saya baru saja pindah kontrakan 2 hari sebelumnya. Setelah shalat ashar, saya meminjamkan motor karena Hendra mau mencari makan. Kemudian saya berbaring lelah dan tertidur setelah sebelumnya mencharge HP. belum saya tertidur tiba-tiba saja dikejutkan dengan guncangan keras yang memaksa insting ini menarik saya keluar dari alam mimpi kembali ke dunia nyata dan memerintahkan kaki untuk berlari keluar rumah. Untunglah saya tiba dengan selamat di depan rumah kontrakan itu dan terkejut bukan kepalang karena guncangannya makin keras dan menjadi-jadi. Tanah tempat saya berdiri ini bergetar hebat disertai bunyi keras guncangan pot bunga, kusen pintu dan jendela, bunyi genting dan atap yang saling menubruk dan bunyi guncangan aneh yang saya rasa dari dalam perut bumi seperti dentuman keras yang berbunyi selama gempa terjadi. Ajaib, karena mata saya yang min.10 ini dapat melihat jelas tiba-tiba. Tetangga sebelah yang sedang menggendong anaknya yang ketakutan memegang tangan saya dan baru saya sadari bahwa tanah tempat kami berpijak ikut bergetar keras dan membuat kami bak bule yang berdansa di atas karpet Aladdin. Tentunya kami terjatuh dan disela-sela menyebut asma Allah saya menyesal juga HP yang biasanya stand by di saku kiri celana ini sedang dicharge padahal cukup menarik bila saya dapat merekam kejadian ini dan mengirimnya ke Metro TV atau TV One. Setelah gempa mereda, langkah selanjutnya adalah memutuskan aliran listrik apabila kita sedang berada di rumah saat gempa itu terjadi. Hal ini untuk menetralisir kemungkinan konsleting yang dapat menyebabkan kebakaran. Kemudian saya bergegas masuk ke dalam rumah dan mengambil kacamata, HP dan Laptop serta memasukkannya kedalam tas eiger bersama draft skripsi dan dokumen penting lainnya.




Tak lama kemudian, Uda Raf dan Bu Eeng (pemilik kontrakan) tiba dari Pasaraya, sembari mengatakan bahwa Suzuki Sawahan dan Honda Simpang Haru sudah mencair begitu pula Masjid Muhammadiyah di depan Stasiun Padang. Kaki Da Raf sendiri terluka karena tertimpa ranting pohon ketika melintas di Sawahan. Bu Eng dengan tergesa-gesa masuk ke rumah dan mengambil surat-surat berharga kemudian bergegas mengajak saya ikut serta mengungsi ke Atas/Ateh (sebutan untuk wilayah perbukitan Kota Padang) atau ke Kampus Unand yang memang menjadi lokasi favorit pengungsian warga Padang. sebenarnya saya ingin juga berangkat mengungsi, akan tetapi motor saya masih dipinjam Hendra dan tak tahu bagaimana nasibnya di tengah kekacauan seperti ini. Belum lagi memikirkan adik saya satu-satunya Ilham yang mungkin sedang kuliah ketika gempa terjadi. Saya hanya berdoa semoga mereka baik-baik saja dan bila ada kesempatan tetap bertahan di posisi masing-masing karena kemungkinan bila Tsunami benar datang, mereka insya allah dalam keadaan aman. Setelah Da Raf dan keluarganya pergi mengungsi, saya kebingungan juga mengingat rumah kontrakan kami yang kosong dan berantakan. Untunglah Hendra datang dengan membawa motor saya. dia bercerita ketika sedang makan tiba-tiba gempa mengguncang dan membuat berantakan RM Padi Rimbun, belum lagi motor saya yang diparkir terjatuh ditimpa motor lainnya. untung saja tidak ditimpa tembok bangunan. Kami memutuskan untuk tetap bertahan di sana karena jalanan padat oleh arus kendaraan menuju kampus. dan Hendra agak kesulitan tadi karena melawan arus. kemudian kami pergi ke tepian Banda Bakali tak jauh dari kontrakan sambil melihat-lihat apakah air sungai disana surut atau tidak. Jika surut berarti tandanya Tsunami segera tiba. Ternyata air sungai tetap stabil dan saya pun merekam kehebohan disini.

Setelah maghrib kami bergegas kembali ke kontrakan sambil mengeluarkan karpet milik Robi yang dititipkan dari kontrakan lama kami. sambil duduk-duduk mengobrol bersama tetangga yang ikutan nongkrong didepan rumah masing-masing sambil menyaksikan kabar petang TV One dari HP seorang tetangga yang dapat mengakses siaran TV dari HP nya kami dapati informasi tentang pusat gempa di barat Pariaman yang berkekuatan 7,6 SR dan memastikan Kota Padang lumpuh total serta terputusnya jaringan komunikasi. Ilham datang bersama seorang temannya dan menepuk pundak saya. Saya bersyukur kami dapat bertemu dalam keadaan sehat wal afiat. Dia menceritakan ketika gempa terjadi baru saja keluar dari Lab. Farmasi dan ketika guncangan terjadi sedang berada di sisi Rektorat Unand yang menghadap kearah Kota Padang. Lanskap Kota Padang yang tampak dari sana dipenuhi abu pekat seakan-akan Padang jatuh ke bawah tanah (saya menduga hal itu akibat ambruknya ruko dan bangunan disekitaran Pondok, Muaro dan wilayah Padang lainnya). Ilham dan beberapa temannya memutuskan untuk turun ke Bawah berjalan kaki sejauh kurang lebih 18 km. untuk memastikan saya dalam kondisi aman. Ilham khawatir bila terjadi hal ynag tidak diinginkan pada diri saya karena waktu gempa tadi adalah jam tidur siang saya.




Malam itu kami mencoba tidur di Beranda rumah karena hujan mulai turun dan keadaan sangat gelap di luar. Da Raf dan keluarganya kembali tak lama setelah hujan turun dan ikut bergabung sambil mendengarkan radio RRI Padang yang masih mengudara. Walikota Fauzi Bahar tak henti-hentinya menyemangati warga kotanya yang kelimpungan bak diterjang Sang Garuda sambil memohon bantuan perusahaan yang memiliki alat-alat berat untuk membantu proses evakuasi korban gempa yang diperkirakan masih tertimbun reruntuhan seperti di Hotel Ambacang, Bimbel Gama di Jl. Proklamasi ataupun di STBA Prayoga dan tempat-tempat reruntuhan lainnya. Saya masih ingat himbauan Pak Wali yang meminta anak-anak sekolahan untuk mengumandangkan asmaul husna. Malam itu saya tidur pulas sekali walaupun diberanda rumah dalam keadaan baru 2 hari pindah kontrakan (belum menitipkan fotokopi KTP kepada Pak RT), dikelilingi nyamuk-nyamuk nakal, diguyur rinai hujan dalam kegelapan kota yang menambah dingin malam itu dan ditemani nyaring suara ambulans yang hilir mudik serta gemuruh pesawat terbang diatas kepala seakan tak henti-hentinya untuk berhenti. Malam itu Kota Padang tak sesepi biasanya yang seakan-akan tutup jam 9 kini menjadi 24 jam. Malam itu terasa sangat panjang. (Bersambung)

ade rai

Malam minggu yang indah di sudut Grand Indonesia. saya duduk di meja bersama adik-adik, Nadhir dan Dira minkmati smooch yoghurt sambil melihat lalu lalang kerumunan pengunjung mal tersebut. Ada satu sosok terkenal yang lewat tak jauh dari tempat kami duduk. spontan, saya berbisik pada Nadhir.

Saya(S) : “ Nad, ada Ade Rai.”
Nadir(N) : “ Eh iya, Ade Rai…Ade Rai.” sambil menunjuk-nunjuk.
Dira(D) : “ Hah? Ade Rai..,” teriak-teriak juga. “Ade Rai itu siapa sih?”
N : “ Ade Rai itu petinju.” teriak lagi.
S : “ bukan, perenang.”
D : “ @#$%*&??”

Untunglah Mas Ade Rai tidak sempat mendengar celotehan bocah-bocah malang ini. hehehe



Mengingat Kembali


kurang lebih 4 tahun kuliah di Padang membuat pengalaman saya semakin bertambah tidak hanya  dari sisi akademis tetapi juga hal-hal terkait lingkungannya yang menurut saya agak sedikit berbeda dari tempat lain di Indonesia ini. Padang selain terkenal sebagai destinasi wisata juga merupakan kota pendidikan yang terjangkau dan berkualitas di Pulau Sumatera. bayangkan saja, biaya pendidikan saya di Kampus Unand dengan BP 2005 ini  cukup membayar uang semester Rp. 450.000 tanpa uang SKS. otomatis pengeluaran hanya living cost, seperti makan sehari-hari, sembako dan tempat tinggal. cukup susah juga mencari kosan atau kontrakan bagi Laki-laki disini. saya dapat survive disini dengan bermodalkan uang 1 juta dari pensiunan kakek yang ditransfer ke rekening BM saya. selanjutnya tiap bulan dari `pitih gaji` itu saya transfer agak seratus hingga dua ratus ribu ke rekening taplus mahasiswa BNI. ditambah uang transfer dari sanak saudara yang kadang saya tambahkan ke BNI tersebut alhamdulillah tidak perlu mengantri tiap awal semester karena sudah dipotong `ampek satangah` dari BNI kampus. siasat seperti ini memudahkan saya dari antrian panjang pembayar SPP dan tentunya memiliki cukup banyak waktu untuk berlibur di Pekanbaru…
kalau sudah di Pekanbaru, terkadang saya sulit juga melupakan Padang. kuliner khasnya yang hanya dengan membayangkan saja bagi kita yang pernah mencicipi masakan Padang pastilah membuat mulut tergenangi liur. seingat saya, tiap pagi menu sarapan saya yakni lontong sayur dekat kosan di Jl. Azizi, atau kalau sempat sarapan soto di Barak F Kampus Unand. siang hari biasanya makan nasi padang. tempat yang pernah saya jajal di Limau Manis  selain Barak F yakni kafe Salsa di Faperta, kafe Fisika, kafe Kimia dan Farmasi, kafe di Gedung TI-TL dan kafe di Labdas. kafe Hukum dan Barak Ni Tis dibelakang D III ekonomi juga lumayan lah. yang paling sreg bagi saya adalah Barak Asrama. disini selain harga nya miring juga dapat makan sambil melihat2 pemandangan alam. Barak Asrama di depan Asrama JF sulfur misalnya berada di tepi jurang yang menghadap ke kampung batu busuk.

stadion m yamin sijunjung

dilatar belakangi papan skor dan bukit barisan...

tribun utama terlihat sesak tapi...rumputnya itu lho..


lapangannya bagus, pemandangannya cantik, udaranya sejuk, penontonnya kreatif (tidak hanya melempar pemain lawan dengan botol aqua tetapi dengan limau purut).

stadion m yamin terletak di pusat kota Muaro ibukota Kabupaten Sijunjung yang menjadi homebase sementara tim PS Semen Padang.

perjalanan kesana memerlukan waktu kurang lebih 3 jam dari Padang. saya berkesempatan menyaksikan partai seru antara Semen Padang vs Persita Tangerang yg berkesudahan dg kemenangan SP 3-1....

You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

Pages

Powered by Blogger.

Followers

About Me